Perbedaan Demokrasi dengan Monarki (2)


Dalam negara ideal plato, yang terpilih menjadi pemimpin komunitas adalah yang arete-nya [1] menjadi pemimpin dan terpilih oleh sebuah perwakilan rakyat yang terdiri dari kaum bijaksana.

Dalam demokrasi, yang terpilih adalah yang dikehendaki oleh mayoritas. Dalam keadaan terbaiknya, yang terpilih adalah yang terbaik, baik dari sisi kapabilitas (kemampuan), akseptabilitas (penerimaan rakyat), dan elektabilitas (ketertarikan yang dipilih).

Dalam keadaan terburuknya, seekor kambing yang didandani dan diberi gincu menarik kemudian dicitrakan sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, dapat terpilih menjadi pemimpin. Apa yang dikehendaki oleh mayoritas dapat direkayasa dengan menggunakan modal dan media.

Baik dalam keadaan terbaik maupun keadaan terburuknya, demokrasi tidak bersinggungan dengan arete (kecuali jika kita menambahkannya sebagai sebuah persyaratan keterpilihan).

Dalam monarki, yang terpilih adalah ahli waris dari pemimpin sebelumnya. Ini tidaklah terlalu buruk sebagaimana yang disangkakan banyak orang. Anak seorang perwira abri, sangat boleh jadi mewarisi berbagai kemampuan dan keahlian bapaknya dan kemudian ia dapat pula menjadi perwira. Anak seorang pemimpin, sangat boleh jadi mewarisi bakat bapaknya dan bahkan bisa menjadi pemimpin yang lebih baik dari bapaknya itu.

Dalam kondisi terburuknya, yang terpilih adalah seperti Yazid bin Muawiyah yang suka minum arak dan terkenal keji, bahkan berani membunuh Husain cucu Nabi. Atau seperti Amangkurat III yang memiliki banyak tabiat buruk: mudah marah, kerap bertindak sewenang-wenang, dan terkenal sebagai seorang hidung belang.

Pada saat pendirian monarki, yang terpilih menjadi pemimpin adalah mereka yang dipercayai mendapatkan wahyu Tuhan. Mereka dipercaya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Dalam hal ini, pemilihan pemimpin monarki awal sangat sesuai dengan negara ideal plato.

Kesimpulannya, baik dalam demokrasi maupun monarki, tidak ada jaminan yang terpilih sebagai pemimpin komunitas adalah mereka yang memang cetak birunya dari Tuhan adalah sebagai pemimpin (arete-nya adalah pemimpin).

Dalam Draft Konstitusi Baru NKRI, saya menambahkan dua persyarakat calon Presiden: negarawan dan manunggaling kawulo gusti. Jika dua persyaratan ini dapat diimplementasikan, setidaknya kita akan memperoleh presiden yang “benar” dalam sistem demokrasi yang kita bangun. [2]

CATATAN KAKI

[1] Arete adalah “peran” atau “keahlian”. Dalam pandangan teologis: bahwa segala sesuatu mempunyai maksud penciptaan. Dengan demikian kata tersebut bermakna “peran suci” atau “keahlian yang sesuai dengan maksud penciptaan”, misalnya: arete mata adalah melihat, arete telinga adalah mendengar, atau arete pisau adalah memotong.

[2] Bagaimana mengimplementasikan dua persyaratan itu: jawaban singkatnya adalah persaksian dari beberapa orang yang dipercaya oleh masyarakat.