Perbedaan Demokrasi dengan Monarki (1)

Demokrasi sering dipertentangkan dengan monarki dan dimitoskan bahwa demokrasi lebih baik. Dalam postingan ini, saya ingin mengajak sahabat-sahabat melihat kedua sistem ini secara proporsional dengan cara membandingkannya dengan sistem negara ideal plato.

Sebelum itu, mari kita lihat struktur masyarakat semut. Di dalam masyarakat semut, terdapat 3 jenis semut yang sudah ditakdirkan sejak kelahirannya, yakni semut ratu, semut prajurit, dan semut pekerja.

(1) Semut ratu ukurannya lebih besar daripada semut yang lain. Berjenis kelamin betina dan bertugas bereproduksi (bertelur), menjamin keberlangsungan eksistensi semut terus berlanjut sepanjang zaman. Ratu semut bisa hidup hingga berumur 20 tahun.

(2) Semut prajurut bertanggung jawab melindungi koloninya, berburu mencari makanan, dan menemukan tempat-tempat baru untuk membangun sarang mereka. Semut prajurut berjenis kelamin jantan. Pada saat sang ratu semut siap untuk dibuahi, salah seorang semut prajurit yang beruntung akan menjadi pasangan sang ratu melakukan ritual reproduksi. (Dalam beberapa spesies sejenis semut, lebah misalnya, ritual ini sekaligus sebagai ritual pengorbanan; sang pejantan akan mati setelah membuahi sang ratu).

(3) Semut pekerja berjenis kelamin betina tetapi mandul. Mereka bertugas menjaga ratu semut serta bayi-bayinya, membersihkan serta memberi makan mereka. Selain itu, mereka juga melakukan pekerjaan-pekerjaan lain di dalam koloninya. Mereka membangun gang-gang baru di dalam sarang, mencari makanan, dan membersihkan sarang.

Peran anggota dalam masyarakat manusia lebih fleksibel; setiap orang bisa menjadi ratu, menjadi prajurit, atau menjadi pekerja. Akan tetapi benarkah sedemikian fleksibelnya manusia? Atau justru itu menjadi sebuah teka-teki yang Allah ciptakan agar kita menjawabnya secara benar agar tercipta kemakmuran?

Adalah plato (dan aristoteles) yang menjawab petanyaan ini dengan sejumlah gagasan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Negara diperlukan kehadirannya dalam menjamin keberlangsungan kehidupan manusia/komunitas; dan membagi-bagi peran anggota komunitas sesuai dengan arete-nya.

Arete dalam bahasa Indonesia berarti “peran” atau “keahlian”. Dalam pandangan teologis: bahwa segala sesuatu mempunyai maksud penciptaan. Dengan demikian kata tersebut bermakna “peran suci” atau “keahlian yang sesuai dengan maksud penciptaan”, misalnya: arete mata adalah melihat, arete telinga adalah mendengar, atau arete pisau adalah memotong.

Jika dalam masyarakat semut, arete masing-masing telah ditentukan sejak kelahirannya, dalam masyarakat manusia, kita diberi “kebebasan” untuk melabrak arete atau berjuang mencari arete yang ditetapkan Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam Lauh Mahfudz.

Dalam pandangan ini, bentuk negara demokrasi atau monarki tidaklah terlalu penting. Yang lebih utama adalah bagaimana masyarakat manusia mengenali arete-nya masing masing dan bekerja sesuai dengan arete-nya itu.