Suara Rakyat adalah Suara Tuhan?


Sebelum diskusi lebih jauh mengenai demokrasi, perlu ditekankan disini bahwa di era baru nanti, kita menggunakan sistem pemerintahan DEMOKRASI. Akan tetapi kita tidak memitoskan demokrasi; kita memahami, bahwa demokrasi di dunia modern adalah sebuah keniscayaan, akan tetapi kita juga mengetahui bahwa sistem ini bukanlah sistem yang tanpa cela. Jadi mohon dicatat, semua kritik saya atas demokrasi adalah sebagai upaya menutupi berbagai kelemahan demokrasi, bukan untuk mendegradasinya atau meninggalkannya.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demokratía” (kekuasaan rakyat), yang terbentuk dari dua kata “demos” (rakyat) dan kratos (kekuatan atau kekuasaan). Jadi demokrasi adalah sebuah paham yang mengakui bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Gagasan ini lahir dari asumsi bahwa “suara rakyat adalah suara Tuhan”.

Menyamakan suara rakyat adalah suara Tuhan adalah sesuatu yang konyol dan lahir dari ketidaktahuan akan Tuhan. Oleh karena mereka tidak mengenal Tuhan, maka mereka berkhayal bahwa pendapat Tuhan pastilah sama dengan pendapat mayoritas. Jadi kalau mayoritas masyarakat bersepakat bahwa minuman keras itu tidak berbahaya, maka demikian pulalah kiranya pendapat Tuhan. Padahal kita tahu minuman keras itu dilarang baik dalam agama Islam maupun agama Nasrani (kristen dan katolik).

Jika kita memang benar-benar peduli dengan “suara Tuhan”, maka kita harus mendengar pendapat Tuhan. Dan siapakah yang paling mengenal pendapat Tuhan, tak lain adalah para ulama dan pendeta.

Di era baru nanti, kita menjalankan DEMOKRASI dan menempatkan pendapat Tuhan di atas pendapat rakyat. Jika ada pendapat rakyat yang bertentangan dengan pendapat Tuhan, maka kita yakin pendapat itu pasti salah.

Bagaimana kita mengimplementasikan hal itu? Kita dirikan Dewan Agama yang berposisi sejajar dengan tiga pilar demokrasi (eksekutif, yudikatif, dan legeslatif). Semua pilar demokrasi yang lain, hendaknya “mengindahkan” rekomendasi-rekomendasi yang keluar dari Kantor Dewan Agama. Dewan Agama itu isinya adalah para wakil dari pemuka agama resmi negara (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu).