Ketidakadilan dalam Pasar Sempurna

Salah satu bagian dari kajian ekonomi adalah kebijakan dalam mengatur pasar. Dalam paham ekonomi liberal, pemerintah diperankan sebagai penjaga malam pasar. Mereka meyakini pendapat Adam Smith yang mengatakan bahwa tanpa pemerintah ikut campur tangan, akan terjadi ketertiban, keseimbangan, keadilan dan alokasi faktor-faktor produksi yang optimal.

Mari kita asumsikan pasar berjalan sempurna sebagaimana yang Adam Smith katakan itu. Benarkah akan terjadi keadilan? Untuk menjawabnya saya akan menggunakan sebuah perumpamaan:

Ada sebuah perlombaan dimana peserta berada di satu sisi sebuah lapangan dan di sisi seberangnya disediakan aneka macam hadiah. Peraturannya sederhana: (1) setiap orang harus berlari secepat mungkin ke sisi seberang lapangan itu dan membawa balik hadiah-hadiah yang disediakan di sama ke tempat mereka semua. Hadiah yang berhasil mereka dapatkan dapat dibawa pulang. (2) Tidak boleh ada kontak fisik dengan peserta lain.

Bisakah anda bayangkan bagaimana hasil akhir perlombaan ini? Ya, sudah barang tentu yang akan membawa pulang banyak hadiah adalah mereka yang berbadan atletis dan memiliki stamina bagus, bukan ibu-ibu berbadan tambun yang untuk lari saja sudah kerepotan membawa badan.

Demikian pulalah yang terjadi dalam sebuah pasar yang sempurna. Yang berhasil dalam sistem ini adalah mereka yang memiliki bakat dalam berbisnis, dan modal yang kuat. Semakin lama mereka terjun ke pasar, modal mereka akan semakin besar dan kuat. Dan itu membuat mereka menjadi semakin kaya. Bukankah itu sebuah keadilan? Ya. Itulah keadilan pasar. Bukan keadilan yang manusiawi.

Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan dalam keadaan yang tidak sama: ada yang cerdas, ada yang kurang cerdas; ada yang berbakat bisnis, dan ada yang tidak; ada yang dilahirkan dalam keluarga mapan, dan ada yang dilahirkan oleh keluarga miskin. Adalah sesuatu yang adil kiranya, jika mereka yang cerdas, berbakat bisnis, dan bekerja keras mendapatkan imbalan yang lebih besar daripada mereka yang kurang cerdas dan pemalas.

Sebagaimana kita kita ketahui bersama, pada akhirnya situasi ini memunculkan perbedaan kelas di dalam masyarakat, yakni mereka yang kaya dan mereka yang miskin. Yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin.

Perbedaan kelas ekonomi ini kemudian berekses panjang. Keadaan ekonomi menentukan kehidupan seperti apa yang dinikmati seseorang. Semakin tinggi keadaan ekonominya, maka ia akan memiliki lebih banyak hak-hak yang juga menentukan kehidupan orang lain. Semakin banyak pula fasilitas yang akan ia dapatkan dalam hidup; pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, makan, keamanan, status sosial.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, paham sosialisme menyarankan kebijakan “sama rata sama rasa”. Semua hasil pekerjaan masyarakat hendaknya menjadi hasil kerja bersama dan dibagi secara merata. Jadi yang bekerja keras mendapatkan hasil yang sama dengan yang malas. Sudah bisa diduga, kebijakan ini akan melahirkan situasi dimana orang hanya akan mengerahkan tenaga dan pikiran mereka ala kadarnya, sekedar mencapai standard yang ditetapkan.

Paham liberalisme melihat hal ini bukanlah sebuah ketimpangan. Justru inilah keadilan, dimana yang kerja keras mendapatkan lebih dari yang malas. Bahwa pada akhirnya terjadi ketimpangan sosial yang dapat memicu kerusuhan massa, yang mereka atasi adalah kerusuhannya; atau setidak-tidaknya dibuat sebuah strategi agar kerusuhan massa dapat diminimalisir.

Sebagai bangsa yang beridiologi Pancasila, kita melihat kedua paham ini (sosialisme dan liberalisme) sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan masing-masing. Kita adalah bangsa pelaut yang pandai mendayung diantara karang, kita adalah bangsa yang cerdas dalam menemukan solusi yang lebih baik dengan meramu kedua paham ini untuk diambil kebaikannya dan meminimalisir keburukannya:

1. Kita mengakui kepemilikan pribadi, kita juga menghargai daya inisiatif, daya kreatifitas dan kerja keras. Efek buruk dari kebijakan ini adalah lahirnya persaingan bebas antar individu untuk mencapai cita-cita mereka, sebagaimana terjadi pada kebijakan liberalisme.

Untuk menegakkan rasa keadilan di dalam masyarakat, maka dibuatlah beberapa aturan kebijakan tambahan:

  • Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh negara.
  • Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.
  • Pemanfaatan hak milik pribadi tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum.
  • Larangan import barang-barang mewah.
  • Larangan pemakaian barang-barang mewah di depan publik.
  • Negara memberlakukan pajak progresif bagi orang kaya. Semakin kaya seseorang, semakin besar pajak yang harus ditanggung.
  • Agar orang kaya senang memberikan kekayaan mereka kepada masyarakat miskin, maka diberlakukan aturan dimana bagian yang dizakatkan dan disedekahkan tidak dihitung sebagai bagian yang harus dibayar pajaknya.
  • Pemerintah mendorong gerakan hidup sederhana dengan keteladanan. Kesederhaaan hidup orang kaya akan membuat uang mereka lebih banyak berada di bank yang memungkinkan bank dapat memutar roda perekonomian.

2. Kita berpendapat bahwa persaingan bebas bukanlah satu-satunya pendorong manusia untuk maju. Sikap kekeluargaan dan gotong rotong memiliki daya pengaruh yang sama. Daya dorong yang lebih besar lagi adalah karena kita percaya Tuhan. Sebagai ganti semangat persaingan bebas, kita mengedepankan sikap kekeluargaan dan kegotong-royongan serta keimanan dan ketakwaan bangsa yang sudah mengurat mengakar dalam kehidupan bangsa.

Kedua hal yang bertentangan ini jika dapat dikelola dengan baik akan melahirkan sebuah masyarakat yang maju secara bersama-sama. Bahwa kemudian masih mungkin terjadi ketimpangan sosial, dimana ada yang kaya dan ada yang miskin. Ada usaha yang maju dan membesar dan ada usaha yang tetap kecil, kita terapkan rumus yang lain:

  • Dalam rangka menegakkan rasa keadilan sosial, negara/pemerintah lebih mengutamakan kepentingan yang lemah daripada yang kuat, mengutamakan kepentingan yang miskin daripada yang kaya, dan mengutamakan kepentingan rakyat kebanyakan.
  • Pemerintah menyelenggarakan sistem kesejahteraan sosial, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Keberpihakan yang jelas negara kepada yang lemah ini akan meminimalisir terjadinya kerusuhan massa sampai ke titik nol. Berbagai kebijakan dan program negara ini hanya akan bisa jalan jika negara memiliki modal yang cukup. Dan ini bisa didapatkan dari:

  • Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai dan dikelola oleh negara.
  • Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, air dan ruang angkasa dikelola oleh negara.