Pengantar Ilmu Logika

Logika berasal dari kata yunani kuno logos yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (bahasa latin: logica scientia) atau ilmu logika, yakni ilmu yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. [1]

Ilmu logika adalah salah satu cabang dari ilmu filsafat yang praktis. Dikatakan praktis, karena ilmu logika memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu logika berguna untuk menjelaskan sesuatu secara logis, yakni bisa diterima oleh akal pikiran; mempertahankan pendapat; dan membantah pendapat lain dengan menunjukkan kesalahan penalarannya.

Peter Kreeft, dalam bukunya yang berjudul “Socratic Logic: A Logic Text Using Socratic Method, Platonic Questions, and Aristotelian Principles” menjelaskan berbagai manfaat mempelajari ilmu logika: [2]

  • Keteraturan. Kita tidak dapat memanfaatkan logika seperti seorang arsitek menggunakan penggaris, tetapi logika dapat mengubah kita dengan “membangun kebiasaan mental untuk berpikir secara runut” Dengan berpikir secara runut, kita akan memiliki pijakan yang jelas dalam mencari kebenaran, berbicara, ataupun menulis.
  • Kekuatan. Logika memberi bukti untuk pernyataan yang kita ungkapkan. Dengan demikian, logika memiliki kekuatan untuk mempengaruhi. Pengaruh yang diberikan orang yang berlogika dengan baik tidak seperti pengaruh pengacara atau politisi yang mungkin tidak jelas kebenarannya; logika mencari kebenaran, dan pada akhirnya Al-Haq (Sang Kebenaran).
  • Membaca. Logika membantu anda dalam membaca, sehingga anda dapat membedakan kebenaran dari kesalahan atau kebohongan secara jelas dan efektif.
  • Menulis. Logika membantu anda dalam menulis secara logis, yaitu secara teratur dan meyakinkan. Tulisan memiliki kekuatan untuk memengaruhi bila disajikan secara logis. Tulisan yang tidak logis, tidak teratur seperti suatu mimpi, adalah membosankan.
  • Kebahagiaan. Bagaimana logika membantu kita mencapai kebahagiaan? Jawaban logis yang diberikan Kreeft adalah sebagai berikut:
  • Ketika kita mendapatkan apa yang inginkan, kita bahagia.
  • Dan apapun yang kita inginkan, baik Surga ataupun hamburger, kita akan lebih mungkin mendapatkannya bila kita berpikir dengan lebih jelas.
  • Logika membantu kita berpikir dengan lebih jelas.
  • Maka, logika membantu kita mendapatkan kebahagiaan.
  • Iman. Apakah logika berjalan seiring dengan iman atau menentang iman? Iman jelas melampaui logika selama iman melampaui akal budi manusia, namun logika tidak bertentangan dengan iman. Logika dapat membantu iman dalam tiga hal: (1) memperjelas dan mendefinisikan artikel iman; (2) membantu mengaplikasikan kepercayaan ke dalam situasi-situasi tertentu; (3) memberikan bukti yang jelas (lebih kuat daripada sekedar perasaan, intuisi, mood, atau “coba-coba”) mengenai iman, walaupun tidak semua artikel iman dapat dibuktikan dengan logika.
  • Kebijaksanaan. Logika dapat membantu anda menjadi bijaksana. Tanpa logika, seseorang tidak dapat menjadi bijak, walaupun logika saja tidak cukup membuat orang menjadi bijak.
  • Demokrasi. Ya, logika juga memiliki implikasi sosial dan politik. Thomas Jefferson2 mengatakan, “dalam negara republik, yang warga negaranya dipimpin oleh akal budi dan persuasi dan bukan oleh paksaan, seni berakal budi menjadi keutamaan yang pertama.” Bangsa yang tidak menerapkan prinsip logika klasik yang benar, akan dapat mempunyai resiko bahwa rakyatnya akan mudah diombang-ambingkan oleh isu-isu yang bahkan tidak masuk akal. Ini terjadi, sebab rakyatnya tidak dilatih untuk memilah antara hal-hal yang baik dan buruk, memisahkan hal-hal yang benar dari hal-hal yang salah. Padahal rakyat yang berdaulat seharusnya memiliki kemampuan untuk memisahkan kebenaran dari kesalahan dengan jelas dan penuh keyakinan. Di sinilah peran logika bagi suatu bangsa, sebab tanpa logika yang baik, bukankah banyak keputusan hanya dibuat berdasarkan opini, atau bahkan perasaan?
  • Memberikan Keterbatasan Logika. Logika diperlukan untuk menyadari keterbatasan dari logika itu sendiri. Logika dapat membedakan apa yang bisa ia mengerti dan apa yang tidak bisa ia mengerti (seperti perasaan, situasi, dan intuisi).
  • Menguji Otoritas. Otoritas dapat meliputi banyak pihak, baik itu pemerintah, buku, guru, atau orangtua. Di samping itu, kita memerlukan logika karena kita perlu alasan yang benar untuk tunduk pada otoritas tertentu.
  • Menyadari Kontradiksi. Banyak orang melihat dua hal yang berbeda itu serupa, dan dua hal yang serupa itu berbeda. Ini berbahaya. Kebingungan mengenai kontradiksi antara dua hal atau lebih menyebabkan seseorang tidak dapat membedakan arti dari hal-hal tersebut, kebenaran dan kesalahannya, dan alasannya.
  • Kepastian. Walaupun logika punya keterbatasan luar (poin 9), yaitu banyak hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, logika tidak memiliki keterbatasan dalam. Seperti matematika, 2 tambah 2 adalah pasti 4. Dalam logika, jika A adalah B, dan B adalah C, maka A adalah pasti C. Logika memberikan kepastian yang tidak dapat tergoyahkan.
  • Kebenaran. Logika saja tidak cukup untuk menemukan kebenaran, namun logika sangat membantu kita mencari kebenaran dan menghindari kesalahan logika; tujuan dari logika adalah kebenaran, bukan yang lain. Inilah manfaat logika yang terpenting dan terutama.
Dalam islam, ilmu logika disebut sebagai ilmu mantiq. Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Imam al-Ghazali pernah berkata, “Orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu mantiq, ilmunya masih diragukan”.

Ilmuwan-ilmuwan islamlah yang membawa ilmu logika dari Yunani, sebelum akhirnya dipelajari oleh orang Barat. Al-Farabi (870 M – 950 M) sering disebut sebagai maha guru kedua dalam ilmu pengetahuan. Maha guru pertama adalah tiga serangkai ilmuwan Yunani: Socrates (469 SM – 399 SM), Plato (427 SM – 347 SM) dan Aristoteles (384 SM – 322 SM). Pada masa Al-Farabi ilmu mantiq dipelajari lebih rinci dan dipraktekkan, termasuk dalam pentasdiqan qadhiyah.

Tokoh-tokoh ilmu logika (ilmu mantiq) dari kalangan orang islam diantaranya: Abdullah Ibn Al-Muqaffa, Ya’kub Ibnu Ishak Al-Kindi, Ibnu Sina (980 M – 1037 M), Abu Hamid Al-Ghazali (1058 M – 1111 M), Ibnu Rusyd Al-Qurtubi (1126 M – 1198 M), Abu Ali Al-Haitsam, Abu Abdillah Al-Khawarizmi, Al-Tibrisi, Ibnu Bajah, Al-Asmawi, As-Samarqandi (944 M – 983 M), dan lain sebagainya.

CATATAN KAKI:
[1] Wikipedia:Logika.
[2] Socratic Logic: A Logic Text Using Socratic Method, Platonic Questions, and Aristotelian Principles, Peter Kreeft, St. Augustine’s Press: South Bend, Indiana (2010). Diadopsi dari situs katolisitas.org.