Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu

Sastra Jendra adalah sebuah kitab berisi ilmu adiluhung yang dipercaya dapat mentransformasi raksasa menjadi manusia. Kisah Sastra Jendra adalah sempalan cerita (bhs Jawa: carangan). Disebut sempalan, karena cerita ini adalah cerita tambahan, tempelan atau sisipan dari kisah utama, hasil olah “aransemen” orang jawa, yang justru tidak dikenal dalam kisah aslinya. Dan tulisan inipun isinya adalah carangan dari carangan yang beredar di Internet.

Alkisah, ada seorang raja bangsa raksasa dari Kerajaan Alengka yang bernama Prabu Sumali. Sang Prabu memiliki anak perempuan raksasa yang bernama Dewi Sukesi. Dari media sosial, Dewi Sukesi mengetahui bahwa ada sebuah kitab dewa yang bernama Sastra Jendra yang dapat mentransformasi raksasa menjadi manusia. Dewi Sukesi yang berwujud raksasa ini diam-diam memupuk cita-cita menjadi manusia dan bersedia menjadi istri bagi siapa saja yang bisa mewujudkannya.

Kebulatan tekad Dewi Sukesi untuk mempelajari Sastra Jendra meluluhkan hati Prabu Sumali. Maka diumumkanlah di halaman resmi facebook Kerajaan Alengka, barangsiapa yang dapat mengajarkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepada Dewi Sukesi akan dijadikan suami Dewi Sukesi. Apapun berita yang ada di medsos dengan cepat tersiar ke seantero negeri, apalagi jika isi beritanya adalah gosip politik dan artis. Demikianlah, seluruh negeri membicarakan hal ini dari hari ke hari, tetapi tak seorangpun yang berani memajukan diri mengikuti sayembara.

Syahdan, satu-satunya orang yang dapat membuka rahasia kitab Sastra Jendra adalah Begawan Wisrawa, yang usianya sudah senja dan saat itu sudah mengundurkan diri dari dunia perwayangan. Prabu Danaraja (anak Begawan Wisrawa) membaca sayembara Prabu Sumali di facebook langsung jatuh cinta pada pandangan pertama melihat foto profil Dewi Sukesi. Prabu Danaraja pun membujuk ayahnya Begawan Wisrawa, untuk mengikuti sayembara ini mewakili dirinya.

Singkat cerita, tibalah Begawan Wisrawa di Istana Kerajaan Alengka menemui Dewi Sukesi. Begawan Wisrawa menyanggupi permintaan Dewi Sukesi untuk mengajarkan ilmu Sastra Jendra dan mentransformasi Dewi Sukesi dari wujud raksasa menjadi manusia.

“Akan tetapi transformasi itu tidak bisa sebentar. Nabi Musa saja menghabiskan waktu 10 tahun bersama Nabi Syuaib”, demikian Sang Begawan menjelaskan.

“Sebagai raksasa, saya sudah malang melintang di dunia ini selama 700 tahun, apalah artinya 10 tahun lagi. Asalkan saya bisa menjadi manusia, saya bersedia. Jadikan saya istri begawan agar tidak ada fitnah tersebar luas di medsos. Sekarang ini banyak buzzer bayaran penyebar hoax. Saya tidak ingin Kerajaan Alengka runtuh karena hoax mengenai hubungan kita”, kata Dewi Sukesi.

“Lhadalah… saya mengikuti sayembara mewakili anakku, bukan untuk diriku sendiri.”, kata Begawan Wisrawa.

“Saya sudah bertekad bulat menyerahkan diri saya, mengabdikan diri saya, menjadi istri bagi siapapun yang mengajarkan Sastra Jendra. Bukan kepada manusia lain”, kata Dewi Sukesi.

Akhirnya, dicarilah jalan keluar. Begawan Wisrawa meminta syarat kepada Prabu Sumali untuk mengajarkan Sastra Jendra disebuah tempat terpencil, jauh dari keramaian, dan tidak ingin diganggu oleh siapapun juga. Di tempat itu Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi menikah secara diam-diam (siri) dan dimulailah pengajaran Sastra Jendra.

Dari perkawinan Dewi Sukesi dengan Begawan Wisrawa lahir Rahwana, Surpanaka, Kumbakarna, dan Wibisana. Sebagaimana telah menjadi suratan takdir, anak adalah cermin bagi orang tuanya. Proses transformasi Dewi Sukesi dari raksasa menjadi manusia, tercermin pula dalam wujud dan tingkah laku anak-anaknya. Tiga anak yang pertama masih berwujud raksasa, baru anak keempat yang berwujud manusia. Anak-anak mereka itu adalah:
  1. Rahwana/Dasamuka (raksasa). Rahwana digambarkan memiliki sepuluh kepala yang melambangkan ia menguasai ilmu weda dan sastra. Selain itu ia juga memiliki dua puluh tangan, melambangkan kesombongan dan kemauan yang keras. Meskipun Rahwana terkenal sebagai sosok yang suka mengumbar angkara murka, namun ia sangat menyayangi dan menghormati Kaikesi selaku ibunya.

  2. Sarpakenaka (raksasa wanita). Nama Surpanaka dalam bahasa Sanskerta berarti “(Dia) Yang memiliki kuku jari yang tajam”. Suaranya keras, sifatnya jahat dan penuh tipu daya.

  3. Kumbakarna (raksasa). Kumbakarna merupakan seorang raksasa yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan, tetapi bersifat perwira dan sering menyadarkan perbuatan kakaknya yang salah. Ia memiliki suatu kelemahan, yaitu tidur selama enam bulan, dan selama ia menjalani masa tidur, ia tidak mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.

  4. Gunawan Wibisana (manusia). Wibisana dilukiskan berwajah tampan dan terlahir sebagai manusia seperti ayahnya, bukan raksasa. Dia selalu berpegang pada kebenaran dan rela meninggalkan saudara-saudaranya yang dia anggap salah. Ia lalu mengabdi kepada Sri Rama untuk membela kebenaran.
Setelah lahir Wibisana yang berwujud manusia berbudi luhur, selesai pula pengajaran Sastra Jendra. Dewi Sukesi pun berubah menjadi wanita berwajah cantik yang sangat bersahaja, jujur, setia dan kuat dalam pendirian.

Keluarga Wisrawa akhirnya kembali pulang ke istana Kerajaan Alengka; sementara itu Prabu Danaraja sangat marah dan merasa tertipu karena Dewi Sukesi diambil istri oleh ayahnya sendiri. Prabu Danaraja mengirimkan pasukan dari Lokapala untuk menggempur Alengka. Sewaktu Begawan Wisrawa dan Prabu Danaraja perang tanding, turunlah Batara Narada memberitahukan kepada Prabu Danaraja bahwa Dewi Sukesi adalah jodoh ayahnya.