Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk memahami makna yang terkandung dalam sila pertama ini, menurut saya, adalah dengan cara menelusuri kembali tulisan dan perkataan Bung Karno, sang penggali Pancasila. Rumusan-rumusan yang datang belakangan hendaknya menambah kaya rumusan Bung Karno itu, bukan malah mendegradasi atau bertentangan dengan hal itu.
Pada salah satu rapat BPUPKI pada awal tahun 1945, Bung Karno menyatakan pentingnya Prinsip Ketuhanan:
Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. [1]
Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! [1]
Hal ini bermakna bahwa negara mengakui adanya agama dan mendorong penduduknya untuk beragama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Negara hendaknya merumuskan agama apa saja yang dianggap sah dan kemudian menjamin kemerdekaan warga negara untuk memeluk agama yang diyakininya.
Negara hendaknya membantu tumbuhkembangnya kehidupan beragama dengan mendirikan berbagai sarana dan prasarana ibadah setiap agama yang sah secara adil dan merata.
Negara hendaknya juga menjadi pengayom/pelindung bagi terselenggaranya kehidupan beragama. Negara harus mengatur berbagai gesekan yang mungkin timbul, seperti pendirian rumah ibadah, tatacara penyebaran agama yang tidak merugikan agama lain, dsb. Negara harus bertindak adil terhadap semua agama dan tidak hanya mengutamakan agama mayoritas.
Menyadari adanya banyak agama yang telah tumbuh dan berkembang dan mereka bahu membahu dalam upaya kemerdekaan bangsa, Bung Karno menyatakan:
Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula! Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan idee kita masing-masing dengan cara yang berkebudayaan! [1]
Yang kita dirikan ini bukanlah negara agama islam, atau negara agama kristen, akan tetapi negara yang berdasar kepada banyak agama. Bung Karno mengatakan dengan tegas “Negara yang Bertuhan”. Dengan demikian segenap hukum dan undang-undang yang berlaku di negara ini tidak boleh ada yang bertentangan dengan agama manapun. Untuk menjamin hal ini, maka negara harus melibatkan para pemuka agama dalam setiap perumusan hukum dan perundang-undangan.
REFERENSI
[1] Pidato Lahirnya Pancasila
Pada salah satu rapat BPUPKI pada awal tahun 1945, Bung Karno menyatakan pentingnya Prinsip Ketuhanan:
Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. [1]
Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! [1]
Hal ini bermakna bahwa negara mengakui adanya agama dan mendorong penduduknya untuk beragama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Negara hendaknya merumuskan agama apa saja yang dianggap sah dan kemudian menjamin kemerdekaan warga negara untuk memeluk agama yang diyakininya.
Negara hendaknya membantu tumbuhkembangnya kehidupan beragama dengan mendirikan berbagai sarana dan prasarana ibadah setiap agama yang sah secara adil dan merata.
Negara hendaknya juga menjadi pengayom/pelindung bagi terselenggaranya kehidupan beragama. Negara harus mengatur berbagai gesekan yang mungkin timbul, seperti pendirian rumah ibadah, tatacara penyebaran agama yang tidak merugikan agama lain, dsb. Negara harus bertindak adil terhadap semua agama dan tidak hanya mengutamakan agama mayoritas.
Bukan Negara Agama, tetapi Negara yang Bertuhan
Menyadari adanya banyak agama yang telah tumbuh dan berkembang dan mereka bahu membahu dalam upaya kemerdekaan bangsa, Bung Karno menyatakan:
Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula! Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan idee kita masing-masing dengan cara yang berkebudayaan! [1]
Yang kita dirikan ini bukanlah negara agama islam, atau negara agama kristen, akan tetapi negara yang berdasar kepada banyak agama. Bung Karno mengatakan dengan tegas “Negara yang Bertuhan”. Dengan demikian segenap hukum dan undang-undang yang berlaku di negara ini tidak boleh ada yang bertentangan dengan agama manapun. Untuk menjamin hal ini, maka negara harus melibatkan para pemuka agama dalam setiap perumusan hukum dan perundang-undangan.
REFERENSI
[1] Pidato Lahirnya Pancasila
Post a Comment
Post a Comment